Jumat, 21 Oktober 2011

PEMBENTUKAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN PEBIASAAN PERILAKU SEHARI-HARI DI SEKOLAH

Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsapah Pancasila.

Pembentukan karakter yang sesuai dengan budaya bangsa ini tidak semata-mata hanya dilakukan di lingkungan lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan di luar lingkungan sekolah. Akan tetapi juga dilakukan melalui kegiatan pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung jawab, dan sebagainya.

Melalui pembiasaan, bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, tetapi juga mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat.

Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia, oleh karena itu sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui pengembangan budaya sekolah (school culture)

Lembaga pendidikan (Sekolah) merupakan media yang yang digunakan oleh pemerintah untuk memberntuk karakter dan waak bangsa, tetapi pembentukan karakter bangsa di sekolah masih belum berjalan dengan baik, kurikulum kita masih banyak menggunakan kecerdasan otak (IQ) sebagai kompetensi utama dalam tujuan pencapaian pembelajaran anak, aspek afektif kurang begitu diperhatikan dalam evasluasi atau penilaian pendidikan anak disekolah.

Kondisi –kondisi dimana pembiasaan diri dalam sikap dan perilaku anak yang mengarah pada pendidikan moral harus betul-betul dibentuk, karena lembaga pendidikan harus membuat suatu kondisi dimana anak didik akan mengikuti kondisi yang di bentuk oleh sekolah, sehingga perilaku itu menjadi kebiasaan yang harus dilakukan oleh anak baik disekolah maupun dikehidupan sehari-hari dirumah. Misalnya kebiasaan dalam beribadah, kebiasaan dalam berpapasan dengan guru, kebiasaan dalam membersihkan lingkungan sekolah, kebiasaan dalam pembelajaran yang aktif, dan kebiasaan dalam bersosialisasi dengan teman, dll. Artinya sekolah harus membentuk kondisi yang memberikan kesempatan bagi anak untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan yang harus dilakukan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah, keluarga, dan masyakat.

Lebih jelasnya misalnya kebiasaan beribadah bisa kita lakukan dengan mewajibkan bagi anak didik dan guru untuk melakukan sholat dhuha pada istirahat pertama, mewajibkan bagi anak didik dan guru untuk sholat berjamaah, dll. Kebiasaan dalam bersosial misalnya, mengucapkan salam ketika berpapasan dengan teman dan guru, menjenguk teman atau guru yang sakit, dll.

Masih banyak lagi kebiasaan-kebiasaan yang harus ditanamkan pada anak didik yang dibentuk oleh sekolah, tergantung dari apa yang akan diprioritaskan oleh sekolah dalam mewujudkan generasi yang berkarakter.

Yang harus diperhaitkan adalah, bahwa kebiasaan itu tidak akan pernah berhasil ketika kultur dan kebiasaan itu tidak dibentuk oleh sekolah dalam kondisi yang dinamis, artinya sekolah tidak hanya menuntut peserta didik untuk melakukan kebiasaan tersebut, tetapi kebiasaan tersebut butuh teladan dari guru atau tenaga pendidik yang mengajak peserta didik untuk mengikuti kondisi yang dibentuk oleh sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar