Jumat, 21 Oktober 2011

Posyandu Bukan Hanya Untuk Timbang Badan Anak

KOMPAS.com - Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu selama ini hanya akrab di telinga jika musim imunisasi tiba. Kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu juga biasanya hanya terbatas pada penimbangan badan anak serta pemberian makanan tambahan.

Padahal, posyandu bisa menjadi ujung tombak pengentasan persoalan gizi dan peningkatan kesehatan anak karena posyandu mampu menyentuh sampai tingkat desa, bahkan rukun warga (RW). Namun, dalam beberapa tahun terakhir posyandu seperti mati suri.

"Revitalisasi Posyandu sudah dilakukan sejak tahun 1999. Tetapi apakah ada bukti keberhasilannya? Dengan kondisi yang serba terbatas dan anggaran yang cuma Rp 800.000 per tahun kualitas posyandu pun serba seadanya," papar Ali Khomsan, Guru Besar dari Departemen Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor di sela acara peresmian Gebyar Posyandu Peduli TAT 2012 di Bekasi, Jawa Barat.

Upaya peningkatan peran posyandu, antara lain diinisiasi oleh PT. Nestle Indonesia melalui program Posyandu Peduli Tumbuh-Aktif-Tanggap sejak tahun 2008. Bekerja sama dengan para pakar di bidang gizi dan juga perkembangan psikososial anak, dibuatlah pedoman bagi para kader posyandu sebagai bekal pemantauan tumbuh kembang anak.

"Informasi tentang gizi penting untuk ditingkatkan. Melalui program pelatihan kader diharapkan para kader akan lebih percaya diri dalam memberikan konseling mengenai gizi kepada para ibu," paparnya.

Menurut Pritha, marketing manager Growing Up Milk PT. Nestle Indonesia, dalam program posyandu TAT ini, masyarakat yang datang ke posyandu tidak sekedar melakukan timbang badan saja tetapi juga akan diberikan pemantauan tumbuh kembang.

"Selain ditimbang berat badan, juga diukur tinggi badan dan lingkar kepalanya. Kemampuan kognitif dan psikososial anak juga akan dipantau apakah sudah sesuai dengan milestone tumbuh kembangnya," paparnya.

Berbekal ikhlas

Peran Posyandu dalam pengentasan gizi, menurut Ali Khomsan, sangatlah vital. "Pada tahun 1994 kita berhasil bebas dari kekurangan vitamin A pada balita berkat Posyandu," paparnya.

Meski demikian, ternyata di banyak daerah Posyandu belum dianggap penting oleh birokrat. "Kesadaran para birokrat di daerah terhadap gizi masih kurang. Salah satu indikasinya adalah anggaran untuk program pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah dihapuskan," paparnya.

Selain itu Posyandu sendiri juga kekurangan kader. Susilawati Subekti, salah satu ketua PKK Pusat, mengatakan bahwa kader posyandu adalah orang-orang yang berbekal ikhlas. "Meski tidak digaji mereka rela berkiprah menjadi kader," paparnya dalam kesempatan yang sama.

Program Posyandu Peduli TAT sendiri diharapkan juga akan meningkatkan kunjungan masyarakat ke Posyandu. Menurut data kunjungan Posyandu, dalam sebulan rata-rata hanya 60 persen dari jumlah seluruh balita yang rutin datang ke posyandu.

Alasannya bermacam-macam, ada yang karena ibunya bekerja, rumahnya jauh, atau hanya karena malas antre. Padahal, seandainya mereka rutin membawa anaknya ke posyandu pemahaman dan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak bisa ditingkatkan.

"Saat ini, WHO menyoroti pentingnya gizi dan stimulasi dalam 1.000 hari pertama usia anak. Karena kerusakan otak yang terjadi di usia ini tidak bisa diperbaiki. Melalui posyandu, kita bisa meningkatkan kualitas generasi mendatang," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar