KOMPAS.com - Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu selama
ini hanya akrab di telinga jika musim imunisasi tiba. Kegiatan yang
dilaksanakan di Posyandu juga biasanya hanya terbatas pada penimbangan
badan anak serta pemberian makanan tambahan.
Padahal, posyandu
bisa menjadi ujung tombak pengentasan persoalan gizi dan peningkatan
kesehatan anak karena posyandu mampu menyentuh sampai tingkat desa,
bahkan rukun warga (RW). Namun, dalam beberapa tahun terakhir posyandu
seperti mati suri.
"Revitalisasi Posyandu sudah dilakukan sejak
tahun 1999. Tetapi apakah ada bukti keberhasilannya? Dengan kondisi yang
serba terbatas dan anggaran yang cuma Rp 800.000 per tahun kualitas
posyandu pun serba seadanya," papar Ali Khomsan, Guru Besar dari
Departemen Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor di sela acara peresmian
Gebyar Posyandu Peduli TAT 2012 di Bekasi, Jawa Barat.
Upaya
peningkatan peran posyandu, antara lain diinisiasi oleh PT. Nestle
Indonesia melalui program Posyandu Peduli Tumbuh-Aktif-Tanggap sejak
tahun 2008. Bekerja sama dengan para pakar di bidang gizi dan juga
perkembangan psikososial anak, dibuatlah pedoman bagi para kader
posyandu sebagai bekal pemantauan tumbuh kembang anak.
"Informasi
tentang gizi penting untuk ditingkatkan. Melalui program pelatihan
kader diharapkan para kader akan lebih percaya diri dalam memberikan
konseling mengenai gizi kepada para ibu," paparnya.
Menurut
Pritha, marketing manager Growing Up Milk PT. Nestle Indonesia, dalam
program posyandu TAT ini, masyarakat yang datang ke posyandu tidak
sekedar melakukan timbang badan saja tetapi juga akan diberikan
pemantauan tumbuh kembang.
"Selain ditimbang berat badan, juga
diukur tinggi badan dan lingkar kepalanya. Kemampuan kognitif dan
psikososial anak juga akan dipantau apakah sudah sesuai dengan milestone
tumbuh kembangnya," paparnya.
Berbekal ikhlas
Peran
Posyandu dalam pengentasan gizi, menurut Ali Khomsan, sangatlah vital.
"Pada tahun 1994 kita berhasil bebas dari kekurangan vitamin A pada
balita berkat Posyandu," paparnya.
Meski demikian, ternyata di
banyak daerah Posyandu belum dianggap penting oleh birokrat. "Kesadaran
para birokrat di daerah terhadap gizi masih kurang. Salah satu
indikasinya adalah anggaran untuk program pemberian makanan tambahan
bagi anak sekolah dihapuskan," paparnya.
Selain itu Posyandu
sendiri juga kekurangan kader. Susilawati Subekti, salah satu ketua PKK
Pusat, mengatakan bahwa kader posyandu adalah orang-orang yang berbekal
ikhlas. "Meski tidak digaji mereka rela berkiprah menjadi kader,"
paparnya dalam kesempatan yang sama.
Program Posyandu Peduli TAT
sendiri diharapkan juga akan meningkatkan kunjungan masyarakat ke
Posyandu. Menurut data kunjungan Posyandu, dalam sebulan rata-rata hanya
60 persen dari jumlah seluruh balita yang rutin datang ke posyandu.
Alasannya
bermacam-macam, ada yang karena ibunya bekerja, rumahnya jauh, atau
hanya karena malas antre. Padahal, seandainya mereka rutin membawa
anaknya ke posyandu pemahaman dan pengetahuan tentang tumbuh kembang
anak bisa ditingkatkan.
"Saat ini, WHO menyoroti pentingnya gizi
dan stimulasi dalam 1.000 hari pertama usia anak. Karena kerusakan otak
yang terjadi di usia ini tidak bisa diperbaiki. Melalui posyandu, kita
bisa meningkatkan kualitas generasi mendatang," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar