Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang ke-66 di Desa Juluk Kecamatan Saronggi berjalan sangat meriah sekali, KIM Suka Maju bekerjasama dengan kepala Desa Juluk TAUFIK RAHMAN beserta jajarannya mengadakan bermacam kegiatan menjelang HUT RI yang ke-66, yaitu mengadakan perlombaan antar RT se-Desa Juluk, Jalan-jalan Santai, dan diakhiri dengan Upacara Bendera HUT RI yang ke-66 di Lapangan PERSIJ Juluk.
Selasa, 23 Agustus 2011
PERAYAAN HUT RI KE-66 HEBOH dan MENARIK DESA JULUK SARONGGI SUMENEP
Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang ke-66 di Desa Juluk Kecamatan Saronggi berjalan sangat meriah sekali, KIM Suka Maju bekerjasama dengan kepala Desa Juluk TAUFIK RAHMAN beserta jajarannya mengadakan bermacam kegiatan menjelang HUT RI yang ke-66, yaitu mengadakan perlombaan antar RT se-Desa Juluk, Jalan-jalan Santai, dan diakhiri dengan Upacara Bendera HUT RI yang ke-66 di Lapangan PERSIJ Juluk.
UPACARA HUT RI ke-66 Desa Juluk Unik dan Menarik
Peseta Upacara HUT RI ke-66 dari masyarakat Umum berbaris rapi mengikuti upacara |
Pengibaran Bendera Merah Putih |
Kepala Desa Juluk Menyapa Masyarakat dengan mengendarai Kuda dan diiringi oleh kesenian saronen |
Upacara Bendera dalam rangka HUT RI yang ke-66 di Desa Juluk berjalan lancar, upacara yang diadakan di lapangan PERSIJ Desa Juluk itu tergolong Unik dan Menarik. peserta upacara terdiri dari Perangkat Desa Juluk , LINMAS, Guru, Murid, dan Juga Masyarakat Umum.
Uniknya masyarakat yang menikuti upacara tersebut menggunakan pakaian sederhana yang dipakai sehari-hari, yang tak kalah uniknya lagi, sebagian masyarakat menggunakan pakaian keseharian mereka dalam bertani bahkan juga membawa alat pertaniannya seperti cangkul dll.
Masyarakat antusian sekali dalam mengikuti acara tersebut, mereka berbaris rapi dan mengikuti serangkaian uapara dari awal sampai terakhir. kegiatan tersebut diakhiri dengan pertunjukan saronin yang merupakan kesenian yang banyak disukai oleh masyarakat Desa Juluk.
Kepala Desa Juluk Bapak Taufik Rahman berkata dalam sambutannya " saya sengaja mengadakan kegiatan ini karena saya ingin masyarakat juluk tidak hanya sibuk dalam bekerja sehari-hari, tetapi juga mempunyai kegaiatan sosial nasionalisme, saya berharap kegiatan ini bisa memberikan semangat baru bagi masyarakat dalam bekerja dan beraktifitas sehari-hari", ujarnya.
Kamis, 04 Agustus 2011
PENDIDIKAN BERKARAKTER
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Pada intinya perdidikan karakter bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlakmulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang se muanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Sedangkan fungsi pendidikan karakter adalah (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha dan media masa.
Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.
Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.
Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia.
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter).
Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya).
Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)..